Suatu
hari saat chatting YM, saat aku belum memiliki akun FB..
”Ada FB ga?”
”Ga ada. Adanya blog.
Tak berapa lama kemudian.
”Kok foto di blogmu, anak kecil semuanya siih?? Fotomu mana?”,
tanya seorang akhwat yang baru dikenal dari forum radiopengajian.com.
”Itu semua foto keponakanku yang lucu.. ”, jawabku.
Suatu hari di pertemuan bulanan arisan keluarga..
“De’ kok di FBmu ga ada fotomu siih??”, tanya kakak sepupu yang
baru aja ngeadd FB-ku.
“Hehe.. Ntar banyak fansnya..”, jawabku singkat sambil nyengir.
Suatu siang di pertemuan pekanan..
“Kak, foto yang aku tag di FB diremove ya? Kenapa kak??”, tanya seorang adik
yang hanya berbeda setahun dibawahku..
“He..”, jawabku sambil senyum nyengir yang agak maksa.
Suatu malam di rumah seorang murid.
”FBmu apa?? Saya add ya..”, tanya bapak dari muridku.
Setelah add FBku sang bapak bertanya: ”Kok ga ada fotonya siih??”
Aku hanya bisa ber-hehe-ria.
Dari beberapa kejadian itu, aku hanya bisa menyimpulkan bahwa yang
pertama kali dilihat orang ketika meng-add FB seseorang adalah fotonya.
Entahlah apa alasannya, mungkin memang ingin tahu bagaimana wajah sang pemilik
akun FB, padahal kan yang di add biasanya yang sudah dikenal. Lantas jika
memang sang empunya akun tidak memajang foto dirinya di FB, langsung deh jadi
bahan pertanyaan, bahkan untuk seorang akhwat sekalipun.
Jika ditilik-tilik, fenomena foto akhwat yang bertebaran di dunia maya
nampaknya sudah bukan barang asing lagi. Kita dengan mudah menemuinya termasuk
di FB. FB yang merupakan suatu situs jejaring sosial begitu berdampak besar
bagi pergaulan masyarakat dunia, pun termasuk pergaulan di dunia ikhwan akhwat.
Maraknya foto akhwat yang bertebaran di FB, membuat LDK (Lembaga Da’wah Kampus)
suatu kampus ternama harus membuat peraturan yaitu tidak memperbolehkan akhwat
aktivis da’wah kampus memajang foto dirinya di FB. Tentu saja banyak reaksi
yang muncul dari peraturan dan kebijakan itu, mulai dari yang taat menerima
dengan lapang dada sampai ada juga yang mem’bandel’. Namun apalah arti sebuah
peraturan jika memang kita tidak mengetahui fungsi dan tujuannya dengan benar,
dapat dipastikan peraturan hanya untuk dilanggar jika ditegakkan tanpa
kepahaman.
****
Di suatu pertemuan para akhwat aktivis da’wah kampus..
”Ayolaaah,, foto bareng..”, rayuku sebagai fotografer ketika
terheran-heran melihat seorang akhwat yang tidak mau ikut foto, menjauhi
kumpulan akhwat yang siap-siap berpose.
Selidik punya selidik ternyata akhwat tersebut kapok untuk difoto
karena fotonya beredar di FB padahal dia ga punya FB. Fotonya bisa beredar di
FB karena teman-teman satu jurusan mengunduh foto momen bersama di FB yang
tentu saja ada dirinya di dalam foto itu. Padahal saat itu, aku belum punya FB
(hanya memiliki blog di multiply) dan tidak terbersit sedikit pun berniat untuk
mempublish foto itu di dunia maya, yaaa hanya untuk disimpan di folder
pribadiku. Foto kebersamaan dengan para saudari seperjuangan yang bisa
membangkitkan semangat di saat-saat tak bersemangat, hanya dengan melihatnya.
Jika diperhatikan dengan seksama, ternyata benar bahwa orang-orang termasuk
akhwat sudah terbiasa berkata: ”Nanti jangan lupa di upload n di tag in di FB
ya..” setelah melakukan foto bersama.
Benar saja! Di suatu kesempatan berselancar di dunia maya, di saat
aku akhirnya memutuskan membuat akun FB, melihat-lihat, berkunjung ke FB para
akhwat, dan ternyata benar saja foto-foto akhwat dengan mudah dilihat para
pengguna FB yang telah menjadi temannya. Aku yang memiliki kepribadian
idealis-pemimpi agak terkejut juga melihat hal itu, secara baru terjun di dunia
perFBan. Terkejut karena kecantikan para akhwat dengan mudah dinikmati oleh
orang lain. Aku agak bingung juga harus bagaimana melihat fenomena akhwat
facebook-ers. Ada kekhawatiran apakah terlalu idealisnya pikiranku yang mungkin
sebenarnya mengunduh foto sudah menjadi hal yang biasa saja di kalangan para
akhwat. Itulah realita yang ada. Entah apa yang melatarbelakangi para akhwat
akhirnya mengunduh foto pribadinya atau bersama rekan-rekannya di FB.
Hingga akhirnya pada suatu hari, terjadilah sebuah percakapan:
”Kenapa siih yang dilarang majang foto itu cuma akhwat? Kenapa
ikhwan juga ga dilarang?? Bukannya sama aja ya?? Sama-sama bakalan dinikmati
kecantikan atau kegantengannya kan??”, tanyaku bertubi-tubi kepada seorang
saudari yang sepemikiran denganku tentang fenomena foto akhwat di FB.
”Ya beda-lah.. Coba kita liat para cewek yang ngefans sama
artis-artis cowok Korea, mereka cuma ngeliat cowok Korea itu sekadar suka-suka
yang berlebihan.. Udaaaah,, hanya sebatas suka ngeliat. Tapi kalo cowok yang
ngeliat foto cewek, itu beda. Kamu tau kan kalo daya lihat para cowok itu
berbeda?? Ada pemikiran-pemikiran tertentu dari para cowok ketika melihat
seorang cewek bahkan hanya sekadar foto.”
Hmm.. yayaya.. Memang aku pernah mendengar bahwa daya lihat
seorang laki-laki itu 3 dimensi. Laki-laki bisa membayangkan dan memikirkan
hal-hal yang abstrak diluar dari yang dia lihat. Bahkan katanya lagi, seorang
laki-laki bisa saja memikirkan seorang perempuan tanpa berbusana hanya karena
melihat seorang perempuan yang berbusana mini berlalu di hadapannya. Namun
kebenaran itu belum bisa kubuktikan karena aku hanyalah seorang perempuan biasa
bukan seorang laki-laki.
Pantas saja Allah memerintahkan kita untuk menahan pandangan,
seperti dalam firman-NYA:
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka
menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah
lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka
perbuat”. Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan memelihara kemaluannya. . . . .” [QS. An-Nuur : 30-31]
Ayat ini turun saat Nabi Shalallahu a’laihi wassalam pernah
memalingkan muka anak pamannya, al-Fadhl bin Abbas, ketika beliau melihat
al-Fadhl berlama-lama memandang wanita Khats’amiyah pada waktu haji. Dalam
suatu riwayat disebutkan bahwa al-Fadhl bertanya kepada Rasulullah Shalallahu
a’laihi wassalam, “Mengapa engkau palingkan muka anak pamanmu?” Beliau
Shalallahu a’laihi wassalam menjawab, “Saya melihat seorang pemuda dan seorang
pemudi, maka saya tidak merasa aman akan gangguan setan terhadap mereka.”
Dari ayat diatas dapat dilihat bahwa yang diperintahkan untuk
menahan pandangan bukan saja laki-laki namun juga perempuan. Untuk itu, sudah
seharusnya kita menjaga pandangan dari hal-hal yang tidak seharusnya kita
pandang.
Lalu apa hubungannya dengan pemajangan foto di dunia maya??
Jika dulu kasus menjaga pandangan hanya karena bertemu dan
bertatap langsung, namun saat ini sudah lebih canggih lagi, tanpa bertemu dan
bertatap pun, godaan menahan pandangan itu tetap ada. Ya! Bisa jadi dengan
banyaknya bertebaran foto akhwat di dunia maya, itulah godaan terbesar. Buat
para ikhwan, harus mampu menahan pandangan di saat berselancar di dunia maya,
di saat-saat kesendirian berada di depan layar komputer ataupun laptop.
Kondisikan hati terpaut dengan Allah saat-saat kesendirian, jangan sampai kita
menikmati foto akhwat yang bertebaran di dunia maya. Buat para akhwat, yang
memang merupakan godaan terbesar bagi para ikhwan, akankah kita terus
menciptakan peluang untuk membuat para ikhwan ter’paksa’ memandangi foto-foto
pribadi kita?
****
Kejadian demi kejadian yang kutemukan di dunia maya begitu banyak
menyadarkanku akan pentingnya seorang akhwat menjaga dirinya untuk tidak mudah
mengupload foto dirinya di dunia maya.
Beberapa hari belakangan ini, ketika sedang mencari desain kebaya
wisuda untuk muslimah berjilbab di mesin pencari google, diri ini dipertemukan
dengan sebuah blog yang bernama ’jilbab lovers’. Pecinta jilbab. Ya! Sesuai
namanya, di blog itu berisi hampir semuanya adalah foto-foto muslimah berjilbab
dengan berbagai pose. Di antara beberapa foto muslimah berjilbab itu, aku
temukan 3 komentar yang mengomentari foto seorang gadis, aku akui gadis dalam
foto itu sungguh cantik, memenuhi kriteria wanita cantik yang biasanya
dikatakan sebagian besar orang. Beginilah kurang lebih komentar 3 orang
laki-laki pada foto gadis itu dengan sedikit perubahan:
” Itu baru namanya gadis .. cantik nan islami.. sempuuuuurnaaaa…
salam kenal..”
”Subhanallah ada juga makhluk Allah seperti ini ya..”
”Subhanallah..”
Jika kita lihat ke-3 komentar diatas, bisa dilihat bahwa
komentarnya begitu islami dengan kata-kata Subhanallah namun juga menyiratkan
bahwa sang komentator begitu menikmati kecantikan sang gadis di dalam foto. Hal
ini menandakan bahwa siapapun yang melihat foto itu memang pada akhirnya akan
menikmati kecantikan sang gadis berjilbab. Allahurobbi,, akankah kita -para
akhwat- rela jika kecantikan diri kita dapat dengan bebas dinikmati oleh orang
lain yang belum halal bagi kita bahkan belum kita kenal?
Mungkin akan ada sebagian dari kita -para akhwat- yang akan
menepisnya: ”Aaahh,, itu kan foto close up. Kalo foto bareng-bareng ya gpp
donk??”
Hmm.. ada satu lagi yang kutemukan di dunia maya mengenai foto
muslimah berjilbab. Pernah suatu hari, ketika diri ini mencari gambar kartun
akhwat untuk sebuah publikasi acara LDF (Lembaga Da’wah Fakultas) di mbah
google, kutemukan foto muslimah berjilbab yang sudah diedit sedemikian rupa
hingga menjadi sebuah gambar porno. Memang gambar itu tidak kutemukan langsung
diawal-awal halaman pencarian google, tapi berada di halaman kesekian puluh
dari hasil pencarian keyword yang aku masukkan. Terlihat foto wajah sang
muslimah begitu kecil (kuduga dicrop dari sebuah foto) dan dibagian bawah wajah
sang muslimah berjilbab diedit dengan dipasangkan foto/gambar sesuatu yang
seharusnya tidak diperlihatkan. Naudzubillahimindzalik..
Bagaimana perasaan kita jika seandainya melihat foto diri kita
sendiri yang sudah diedit menjadi gambar porno dan dinikmati oleh orang banyak
di dunia maya? Atau bagaimana perasaan kita jika ada kerabat dekat yang melihat
foto kita yang sudah diedit sedemikian rupa menjadi gambar porno?
Semoga saja hal ini tidak menimpa diri kita. Ya Rabb,, bantu kami
–para akhwat- untuk menjaga kemuliaan diri kami..
Mungkin kita bisa mengambil teladan dari kejadian di bawah ini…
Suatu ketika, diri ini menemukan blog (multiply, red) seorang
ustadz. Dalam blog itu, terlihat foto sang ustadz bersama ketiga anaknya yang
masih kecil, tanpa terlihat ada istrinya. Di bawah foto itu diberi
keterangan:”mohon maaf tidak menampilkan foto istri saya..”
Dari situ aku ambil kesimpulan bahwa sang ustadz sepertinya memang
tidak ingin menampilkan foto sang istri. Bisa jadi karena begitu besar cintanya
terhadap sang istri, maka tak boleh ada yang menikmati kecantikan sang istri
selain dirinya, begitu dijaga sekali kemuliaan istrinya. Ya Rabb,, semoga kami
-para akhwat- bisa menjaga kemuliaan diri kami..
Mungkin kita bisa mengambil hikmah dari kejadian di bawah ini…
Beberapa waktu yang lalu ada berita bahwa ada seorang ikhwan yang
tiba-tiba minta ta’aruf dengan seorang akhwat padahal belum kenal sang akhwat
dan hanya melihat foto sang akhwat di FB. Huufffhh.. ada-ada aja..
Jika diliat dari akar masalahnya mungkin berasal dari foto sang
akhwat di FB, bukan begitu??
Jadi, apa yang akan kita –para akhwat- lakukan setelah ini??
****
Tulisan ini dipublish terutama ditujukan pada diri sendiri sebagai
seorang akhwat yang masih harus terus belajar menjaga kemuliaan diri serta
untuk saling mengingatkan para facebookers yang lain. Semoga kita bisa menjaga
kemuliaan diri kita sebagai seorang akhwat ketika berada di dunia maya. Ketika
kita -para akhwat- ingin mengupload foto pribadi atau bersama sahabat
seperjuangan di dunia maya, tanyakan lagi pada hati kita: untuk apa foto itu
dipublish di dunia maya, timbangkanlah masak-masak sebelum menguploadnya, lebih
banyak manfaat atau mudharatnya. Tentunya bukan hanya masalah foto yang
terpampang di dunia maya yang mengharuskan kita menjaga kemuliaan diri tapi
juga ketika kita berinteraksi di dunia maya, entah melalui comment ataupun
fasilitas chat yang bersifat lebih privacy.
”Kejahatan itu bukan hanya sekadar berasal dari niat seseorang
untuk berbuat jahat tapi karena ada kesempatan. Waspadalah..Waspadalah..”
Semangat bermanfaat!
Jadikan dunia maya sebagai ladang amal kita
Lhinblue Alfayruz
Telah dipublikasikan awal oleh
: www.dakwatuna.com